Sabtu, 21 Desember 2013

Macam-macam Puasa

MAKALAH AGAMA
TENTANG PUASA
 





AKADEMI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
DCC LAMPUNG
2013



HALAMAN MOTTO

Sesali masa lalu karena ada kekecewaan dan kesalahan-kesalahan, tetapi jadikan penyesalan itu sebagai senjata untuk masa depan agar tidak terjadi kesalahan lagi

KATA PENGANTAR


Sholawat serta salam penulis haturkan kepada  junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dan para sahabatnya, yang telah memberikan tauladan baik sehingga akal dan fikiran penyusun mampu menyelesaikan Laporan Agama ini, semoga kita termasuk umatnya yang kelak mendapatkan syafa’at  dalam menuntut ilmu.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi susunan serta cara penulisan laporan ini, karenanya saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan.

Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan juga bermanfaat bagi penulis khususnya.

Way Jepara,   2013

Ari Juliarah Feradika

DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................... i
HALAMAN MOTTO............................................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
1.1 Rumusam Masalah................................................................................... 2
BAB     BABA II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puasa...................................................................................... 3
2.2 Macam-macam Puasa.............................................................................. 4
                  2.2.1 Puasa Wajib.................................................................................... 4
                  2.2.2 Puasa Sunnah................................................................................. 7
                  2.2.3 Puasa Makruh............................................................................... 10
                  2.2.4 Puasa Haram................................................................................. 12
2.3 Syarat-syarat Puasa................................................................................ 13
2.4 Rukun Puasa.......................................................................................... 13
2.5 Sunat Puasa Dan Puasa Sunat................................................................ 16
2.6 Hari-hari Yang Diharamkan Berpuasa..................................................... 17
2.7 Hari-hari Yang Dimakruhkan Berpuasa................................................... 17
2.8 Ketetapan Hilala.................................................................................... 18
2.9 Hikmah Puasa........................................................................................ 19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................ 22
3.2 Saran..................................................................................................... 23


 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang Masalah
Konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian sempit sebagai suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang dilakukan pada bulan ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah menahan diri untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain yang berada pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat digambarkan pada konsepsi lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan kemungkinan adanya tenggang rasa antar umat manusia.
Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya dan sebagainya. Begitu universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi acuan bagi muslim dalam mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan pengertian lain puasa dapat dijadikan pedoman hidup.
1.2         Rumusan Masalah

A.      Bagaimana Pengertian puasa ?
B.        Bagaimana syarat dan rukun puasa ?
C.       Bagaimana Puasa Sunat dan hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa?
D.      Bagaimana menentukan hilal ?
E.       Bagaimana Hikmah berpuasa? 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Pengertian Puasa

Sebelum kita mengkaji lebih jauh meteri tentang puasa, terlebih dahulu kita akan mempelajari pengertian puasa baik itu menurut bahasa arab maupun menurut istilah. Pengertian puasa (Saum) menurut bahasa Arab artinya menahan dari segala sesuatu seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Sedangkan puasa menurut istilah ajaran islam yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, lamanya satu hari, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syrat. Firman Allah SWT :
“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS. Al Baqarah . 183).


2.2         Macam-macam Puasa

2.2.1        Puasa wajib

Puasa  wajib adalah puasa yang dilakukan untuk memenuhi kewajiban perintah allah SWT, apabila ditinggalkan mendapat dosa.
Adapun macam-macam puasa adalah sebagai berikut:
 1.      Puasa di bulan Ramadhan
 Puasa ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang dilaksanakan  selama 29 atau 30 hari. Puasa dimulai pada terbit fajar himgga terbenam matahari. Puasa ramadhan ini ditetapkan sejak tahun ke-2 H. Puasa ini hukumnya wajib, yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.
Bulan Ramadhan menurut pandangan orang-orang mukmin yang berfikir adalah merupakan bulan peribadatan yang harus diamalkan dengan ikhlas kepada Allah SWT. Harus kita sadari bahwa Allah Maha Mengetahui segala gerak-gerik manusia dan hati mereka .Dalam pelaksanaannya, khusus puasa Ramadhan, kita akan menjumpai beberapa masalah yang penting dipecahkan antara lain:
1.      Cara penempatan waktu
Cara mengetahui puasa ini ada 2 macam yaitu: hisab dan rukyat. Kemajuan teknologi beakangan ini dirasakan semakin mudahkan proses hisab dan rukiyah tersebut. Disiplin ilmu astronomi dan kelengkapan teknologi semacam planetrium atau teleskop atau secara khusus ilmu falaq yang berkembang di dunia Islam, semuanya mendukung vadilitas penetapan waktu puasa.
Rukyat : adalah suatu cara untuk menetapkan awal awal bulan Ramadhan dengan cara melihat dengan panca indera mata timbulnya / munculnya bulan sabit dan bila uadara mendung atau cuaca buruk. Sehingga bulan tidak bisa dilihat maka hendaknya menggunakan istikmal yaitu menyempurnakan bulan sya’ban menjadi 30 hari. Di Indonesia pelaksanaan rukyat untuk penetapan puasa Ramadhan telah dikoordinasi oleh Departemen Agama (DEPAG) RI.  
Hisab : adalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan dengan cara menggunakan perhitungan secara atsronomi, sehingga dapat ditentukan secara eksak letak bulan. Seperti cara rukyat yang telah dikoordinasikan oleh pemerintah, maka cara hisab pun sama. Di Indonesia penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan ini dengan cara yang manapun memang telah diambil kewenangan koordinatifnya oleh pemerintah.
Adapun lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, PERSIS, Jami’at al-Khair dan sebagainya berfungsi sebagai pemberi masukan hasil rukyat dan hisabnya dalam rangka pengambilan ketetapan awal dan akhir Ramadhan oleh pemerintah.
Firman Allah SWT surat Yunus ayat 5:
Artinya:“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui”.(QS. Yunus :5)
Sabda Nabi SAW
Artinya:“Dari Abu Umar ra: bahwasanya Rasulullah SAW, menceritakan bulan Ramadhan lalu memukul kedua tangannya lalu bersabda: “Bulan adalah itu sekian dari sekian bulan,kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga kali (termasuk menunjukkan bahwa bulan itu jumlahnya terdiri dari 29 hari), maka berpuasalah kamu karena melihat bulan. Jika kamu sekalian tidak dapat memelihatnya karena tertutup awan / mendukung, maka pastikanlah bilangan itu menjadi 30 hari.(HR. Muslim).
1.    Puasa Nazar (karena berjanji untuk berpuasa)
Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena mengiginkan sesuatu, maka ia wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila puasa nazar itu tidak dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan denda / kifarat.
Misalnya bernazar untuk lulus keperguruan tinggi, maka ia wajib melaksanakan puasa nazar tersebut apabila ia berhasil.Ibnu Majjah meriwayatkan, bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Muhammad SAW.
Artinya:“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Ia mempunyai nazar berpuasa sebelum dapat memenuhinya. Rasulullah SAW menjawab: “Walinya berpuasa untuk mewakilkannya”.
2.    Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa untuk menembus dosa karena melakukan hubungan suami isteri (bersetubuh) disiang hari pada bulan Ramadhan, maka denda (kifaratnya) berpuasa dua bulan berturut-turut

2.2.2 Puasa Sunnh

Puasa sunnah adalah puasa yang bila dikerjakan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak mendapat dosa. Adapun puasa sunnah adalah sebagai berikut:
1.    Puasa enam hari pada bulan syawal
Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan untuk mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal. Pelaksanaannya tidak mesti berurutan, boleh kapan saja selama masih dalam bulan Syawal, karena puasa enam hari pada bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun lamanya. Akan tetapi diharamkan pada tanggal 1 syawal karena ada chari raya Idul Fitri. Dalam sebuah hadits dikatakan yang artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka sama dengan telah berpuasa selama satu tahun" (HR. Muslim).
2.             Puasa Arafah
Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunnatkan untuk melaksanakan puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah atau yang sering disebut dengan puasa Arafah. Disebut puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji sedang melakukan Wukuf di Padang Arafah. Sedangkan untuk yang sedang melakukan ibadah Haji, sebaiknya tidak berpuasa. Nabi Muhammad SEW bersabda:
Dari Abu Qotadah al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya mengenai puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang.: (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang untuk berpuasa hari raya arafah di Arafah. (Riwayat Imam Lima selain Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Hadits munkar menurut Al-'Uqaily.)
3.         Puasa Senin Kamis
Rasulullah saw bersabda yang Artinya dari Aisyah : Nabi Muhammad SAW memilih waktu puasa hari senin kamis.
4.         Puasa pada bulan sya’ban
Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah saw berpuasa pada bulan Sya'ban hampir semuanya. Beliau tidak berpuasa pada bulan tersebut kecuali sedikit sekali . Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang artinya: Siti Aisyah berkata: "Adalah Rasulullah saw seringkali berpuasa, sehingga kami berkata: "Beliau tidak berbuka". Dan apabila beliau berbuka, kami berkata: "Sehingga ia tidak berpuasa". Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya juga tidak pernah melihat beliau melakukan puasa sebanyak mungkin kecuali pada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari dan Muslim).
5.         Puasa As-Syura’
Puasa ini dikerjakan pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram. Hadist Rasulullah Saw yang berbunyi: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa Asyura itu (puasa tanggal sepuluh Muharram), dihitung oleh Allah dapat menghapus setahun dosa yang telah lalu" (HR. Muslim). Demikian juga sunnah hukumnya melakukan puasa pada tanggal sembilan Muharram. Hadist Rasulullah: Ibn Abbas berkata: "Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura', dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari tersebut, para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura itu hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nashrani". Rasulullah saw menjawab: "Jika tahun depan, insya Allah saya masih ada umur, kita berpuasa bersama pada tanggal sembilan Muharramnya". Ibn Abbas berkata: "Belum juga sampai ke tahun berikutnya, Rasulullah saw keburu meninggal terlebih dahulu" (HR. Muslim).

2.2.3 Puasa Makruh

1.    Berpuasa pada hari jum’at
Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya, kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu jatuh pas hari Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan Dzuhijjah itu, jatuhnya pada hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini, puasa boleh dilakukan, karena bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari Jum'at. 
Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum'at saja adalah: Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh berpuasa hanya pada hari Jum'at, kecuali ia berpuasa sebelum atau sesudahnya" (HR. Bukhari Muslim).  
2.         Puasa setahun penuh (puasa dahr)
Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang tersebut kuat untuk melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti itu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: Artinya: Umar bertanya: "Ya Rasulallah, bagaimana dengan orang yang berpuasa satu tahun penuh?" Rasulullah saw menjawab: "Ia dipandang tidak berpuasa juga tidak berbuka" (HR. Muslim).
3.         Puasa Wishal
Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya, misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya, namun dimakruhkan untuk ummatnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut:Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda sendiri melakukan puasa wishal?" Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalian tidak seperti saya. Kalau saya tidur, Allah memberi saya makan dan minum. Oleh karena itu, perbanyaklah dan giatlah bekerja sekemampuan kalian" (HR. Bukhari Muslim).

2.2.4 Puasa Haram

Maksudnya ialah seluruh umat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :
1.    Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijjah
  Artinya: "Rasulullah saw melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha" (HR.Bukhari Muslim).
2.    Puasa Hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah
Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar dam), diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: Artinya: Siti Aisyah dan Ibn Umar berkata: "Tidak diperbolehkan berpuasa pada hari-hari Tasyrik, kecuali bagi yang tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan)" (HR. Bukhari).
3.    Puasa pada hari yang diragukan (hari syak/hari ragu)
Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari dengan maksud untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa demikian disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa hukumnya haram.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw:Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan dengan jalan berpuasa satu atau dua hari kecuali bagi seseorang yang sudah biasa berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari terebut" (HR. Bukhari Muslim).

2.3         Syarat-syarat puasa

Syarat Wajib Puasa :
1. Beragama islam
2. Baligh dan berakal
3. Suci dari haidh dan nifas (ini tertentu bagi wanita)
4. Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya tidak sakit dan bukan yang sudah tua

2.4         Rukun Puasa 

Rukun puasa ada tiga,  dua diantaranya telah disepakati, yaitu waktu dan menahan diri (imsak) dari perkara yang membatalkan, sedangkan rukun satu lainnya masih diperselisihkan yaitu  niat.
1.      Waktu
Waktu dibagi menjadi dua, yaitu waktu wajibnya puasa yakni bulan Ramadhan, dan Waktu menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa yaitu waktu-waktu siang hari bulan ramadhan. Bukan waktu-waktu malamnya.
2.      Menahan diri dari perkara yang membatalkan
Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar shidiq hingga terbenam matahari.
-        Hal-Hal yang membatalkan puasa
1.      Memasukkan sesuatu kedalam lubang rongga badan dengan sengaja.
2.      Muntah dengan sengaja.
3.      Haid dan Nifas.
4.      Jima’ pada siang hari dengan sengaja.
5.      Gila walau sebentar.
6.      Mabuk atau pinsan sepanjang hari.
7.      Murtad.
Disamping itu, ada keringanan yang diberikan oleh islam kepada umat muslim untuk tidak berpuasa, yakni mencakup dua golongan :
-         Beleh meninggalkan puasa tetapi wajib mengqadha
Yang termasuk dalam golongan ini yaitu :
a.    Orang yang sedang sakit dan sakitnya akan memberikan mudharat baginya apabila mengerjakan puasa.
b.    Orang yang berpergian jauh atau musafir sediktnya sejauh 81 KM.
c.    Orang yang hamil dan di khawatirkan akan mudharat baginya dan kandungannya.
d.    Orang yang sedang menyusui anak yang dapat mengkhawatirkan/memudharatkan baginya dan anaknya.
e.    Orang yang sedang haid, melahirkan atau nifas.
f.     Orang-orang yang tidak wajib qadha namun wajib membayar fidyah
g.    Orang yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh.
h.    Orang yang lemah karna sudah tua.
Yaitu memberi makanan kepada fakir miskin sebanyak hari yang telah di tinggalkan puasanya, satu hari satu mud (576 Gram) berupa makanan pokok.
3.      Niat
Niat, yaitu menyengaja puasa ramadhan setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar shadiq. Artinya pada malam harinya dalam hati telah tergetar (berniat) bahwa besok harinya akan mengerjakan puasa ramadhan.

2.5         Sunat puasa dan puasa sunat

Sunat puasa :
1.      Makan sahur meski sedikit.
2.      Mengakhirkan makan sahur.
3.      Menyegerakan berbuka.
4.      Membaca doa ketika berbuka puasa.
5.      Menjauhi dari ucapan yang tidak senonoh.
6.      Memperbanyak amal kebajikan.
7.      Memperbanyak I’tikaf di masjid.
Puasa Sunat :
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1.             Puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah/ selain mereka yang berhaji)
2.             Puasa 6 hari dalam bulan syawal
3.              Puasa tanggal 13,14, dan 15 pada tiap-tiap bulan Qamariah
4.             Puasa hari senin dan kamis
5.             Puasa pada bulan Dzulhijjah, Dzulqaidah, Rajab, Sya’ban dan 10 Muharram
6.             puasa nabi Daud As.

2.6         Hari-hari yang di haramkan berpuasa

1.   Hari raya Idul Fitri yaitu satu syawal dan Hari Raya Idul Adha yaitu 10 dzulhijjah.
Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang shaum pada dua hari, yakni hari raya Fithri dan hari raya Kurban. Muttafaq Alaihi
2.   Berpuasa pada hari-hari tasyriq yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Dari Nubaitsah al-Hudzaliy Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla." Riwayat Muslim.

2.7         Hari-hari yang di makruhkan berpuasa

1.      Hari jum’at, kecuali telah berpuasa sejak hari sebelumnya.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu shaum pada hari Jum'at, kecuali ia shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." Muttafaq Alaihi.

2.8         Ketetapan Hilal

Hilal ramadhan ditetapkan dengan cara–cara sebagai berikut:
a.       Penglihatan Mata (Rukyah)
Yaitu cara menetapkan awal bulan qomariah dengan jalan melihat atau menyaksikan dengan mata lahir munculnya bulan sabit (hilal) beberapa derajat di ufuk barat.
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) shaumlah, dan apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: "Jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari." Menurut riwayat Bukhari: "Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari.
b.       Syiya’ (Ketenaran)
Yang dimaksud dengan syiya adalah hilal dapat ditetapkan dengannya , bukanlah berpuasanya sekelompok orang atau penduduk suatu tempat berdasarkan pada keputusan seseorang yang baik bahwa besok masih ramadhan, atau tidak berpuasanya mereka itu berdasarkan ketentuan itu bahwa besok sudah syawal. Tetapi syiya adalah hendaknya hilal dilihat oleh umum, bukan satu orang saja.
c.       Menyempurnakan Bilangan
Diantara cara menetapkan hilal, ialah menyempurnakan bilangan. Bulan Qamariyah manapun, apabila awal harinya telah diketahui maka dia akan habis dengan berlalunya 30 hari. Hari berikutnya berarti sudah masuk bulan berikutnya, sebab jumlah hari bulan Qamariyah tidak akan lebih dari 30 dan tidak kurang dari 29 hari. Jika awal Syaban telah diketahui maka hari ke-31 nya pasti sudah masuk satu ramadhan . Demikian pula jika telah kita ketahui awal ramadhan maka hari ke-31 nya bisa kita pastikan sebagai tanggal 1 syawal.
d.       Bayyinah Syar’iyyah(Bukti Syar’i)
Hilal bisa juga dipastikan dengan kesaksian dua orang lelaki yang adil (inilah yang disebut bayyinah syar’iyyah), dan juga kesaksian para perempuan yang terpisah dengan lelaki ataupun bergabung dengan mereka. Siapa saja yang yakin akan keadilan dua orang saksi tersebut maka ia harus mengamalkannya. 

2.9         Hikmah Puasa

Adapun hikmah dari berpuasa yaitu :
1.        Bertakwa dan menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takwa adalah meninggalkan keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna mengerjakan perintah, meninggalkan larangan , Firman Allah SWT: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183).
2.        Puasa adalah serupa dengan revolusi jiwa untuk merombak cara dan kebiasaan yang diinginkan oleh manusia itu, sehingga mereka berbakti pada keinginannya dan nafasnya itu berkuasa padanya.
3.        Puasa menunjukkan pentingnya seseorang merasakan pedihnya laparmaupun tidak dibolehkan mengerjakan sesuatu. Sehingga tertimpa pada dirinya dengan suatu kemiskinan atau hajatnya tidak terlaksana. Dengan sendirinya lalu bisa merasakan keadaan orang lain, bahkan berusaha untuk membantu mereka yang berkepentingan dalam hidup ini.
4.        Puasa dapat menyehatkan tubuh kita, manfaat puasa bagi kesehatan adalah sebagai berikut:
a.       Puasa membersihkan tubuh dari sisa metabolisme. Saat berpuasa tubuh akan menggunakan zat-zat makanan yang tersimpan. Bagian pertama tubuh yang mengalami perbaikan adalah jaringan yang sedang lemah atau sakit.
b.      Melindungi tubuh dari penyakit gula. Kadar gula darah cenderung turun saat seseorang berpuasa. Hal ini memberi kesempatan pada kelenjar pankreas untuk istirahat. SepertiAnda ketahui, fungsi kelenjar ini adalah menghasilkan hormon insulin.
c.       Menyehatkan sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan sistem pencernaan akan istirahat selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama lebih kurang satu bulan. Jangka waktu ini cukup mengurangi beban kerja lambung untuk memroses makanan yang bertumpuk dan berlebihan.Puasa mengurangi berat badan berlebih. Puasa dapat menghilangkan lemak dan kegemukan, secara ilmiah diketahui bahwa lapar tidak disebabkan oleh kekosongan perut. Tetapi juga disebabkan oleh penurunan kadar gula dalam darah

BAB III
PENUTUP 
3.1         Kesimpulan

Menurut bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut syara’ (ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan disertai niat dan syarat tertentu “.
Adapun hikmah dari berpuasa yaitu :
a.              Menumbuhkan nilai-nilai persamaan selaku hamba Allah, karena sama-sama memberikan rasa lapar dan haus serta ketentuan-ketentuan lainnya.
b.             Menumbuhkan rasa perikemanusian dan suka member, serta peduli terhadap orang-orang yang tak mampu.
c.              Memperkokoh sikap tabah dalam menghadapi cobaan dan godaan, karna dalam berpuasa harus meninggalkan godaan yang dapat membatalkan puasa.
d.             Menumbuhkan sikap amanah (dapat dipercaya), karna dapat mengetahui apakah seseorang melakukan puasa atau tidak hanyalah dirinya sendiri.
e.              Menumbuhkan sikap bersahabat dan menghindari pertengkaran selama berpuasa seseorang tidak diperbolehkan saling bertengkar.
f.              Menanamkam sikap jujur dan disiplin.
g.             Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri dari hawa nafsu, sehingga mudah menjalankan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
h.             Meningkatkan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah.
i.               Menjaga kesehatan jasmani.

3.2         Saran

Penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.